Translate

Jumat, 02 Agustus 2013

Penetapan Hari Raya Idul Fitri 1434 H pada 1 syawal.
dengan metode kitab klasik







Minggu, 23 Juni 2013

Stop, Munkarâtul-Walîmah!


Bagi sebaian orang, pernikahan merupakan momen kebahagian yang tak terlupakan. Sebuah momen untuk menyongsong ‘kehidupan’ baru dengan meninggalkan masa remaja dan menjalani bahtera cinta berupa rumah tangga.
Selamatan pernikahan (walîmatul-‘arusy) adalah hal yang mesti adannya dalam resepsi pernikahan. Di dalamnya terdapat pula acara silaturahim; berkumpulnya sanak family, bala tetangga, dan tentu para undangan.
Adapun sabda Nabi r yang menunjukkan terhadap anjuran digelarnya walimah ketika menikah adalah Hadis yang pernah beliau r sampaikan kepada sahabat Abdurrahman t, “Adakanlah walimah, meski dengan seekor kambing.” Inilah yang melatarbelakangi adanya tradisi selamatan atau walimah yang ada hingga saat ini.
Kaitan dari walîmatul-‘arusy yang tak luput dari hadirnya para undangan, agar tampak khidmah, Islam mengaturnya sedemikian apik, termasuk aturan dan adab yang berkenaan dengan orang yang diundang, antara lain: saat seseorang mendapatkan dua undangan walimah, yang kebetulan waktu pelaksanaannya bersamaan, maka yang harus dipenuhi adalah undangan yang datang lebih dulu. Namun, jika kedua undangan itu datangnya bersamaan, maka yang dipilih adalah undangan yang lebih dekat kefamiliannya, kemudian yang lebih dekat tempat tinggalnya. Apabila dalam hal yang telah disebut memiliki kesamaan, baik ditinjau dari segi kefamilian serta tempat tinggalnya, maka seyogyanyalah yang diundang harus melakukan pengundian mana yang lebih dulu harus dihadiri.
Selain itu, dalam pandangan hukum fikih, menghadiri walîmatul-‘arusy itu hukumnya wajib. Sedangkan untuk walimah yang lain seperti walîmatul-khitan, kelahiran, khatmul-qur’an, dls. maka hukumnya adalah sunah, seyampang cara dan isinya sesuai dan tidak melanggar aturan syariat, seperti:
Pertama, campur baur antara laki-laki dan perempuan. Dipungkiri atau tidak, saat ini tak sedikit shâhibul-hajat menempatkan tamu undangan laki-laki dan perempuan dalam satu tempat tanpa pemisah, sehingga mengesankan terjadinya campur baur (ikhthilath) antara laki-laki dan perempuan.
Kedua, dana yang dibuat walimah oleh shâhibul-hajat. Ketika yang diundang tahu jika harta shâhibul-hajat tercampur dengan perkara syubhat (tak jelas halal-haramnya), maka ia tidak wajib—bahkan makruh—menghadirinya. Namun bila jelas dari perkara haram, baik hasil mencuri, menipu atau korupsi, meskipun menghadirinya tidak untuk makan, maka hukumnya tetap haram.
Ketiga, terdapat perkara munkar yang lain, seperti terdapat tembok yang dihias dengan kain sutra, permadani atau alas hasil ghasab atau curian, ada pelawak ceroboh atau dusta yang membuat para hadirin tertawa terbahak-bahak, atau terdapat gambar binatang utuh seperti gambar kuda yang bersayap, gambar ikan berkepala manusia, dls. Semua itu menyerupai berhala. Kendati demikian, bila perkara munkar itu dapat hilang dengan hadirnya orang yang diundang, maka ia wajib menghadirinya. Tapi jika tidak, maka tak wajib—bahkan haram.
Hampir mayoritas ulama menyatakan bahwa, semua contoh maksiat dan kemunkaran yang telah disinggung di atas, adalah penyebab haramnya menghadiri walimatul-‘arusy. Jadi, sudah selayaknya, sebagai orang yang beriman mengamalkan terhadap apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah r. Wallâhu a’lam.

Rabu, 05 Juni 2013

Menggapai Cinta Allah  dengan Tubuh Sehat


Sebagaimana maklum, bahwa penilaian mendasar dalam agama Islam itu tidak dipandang dari aspek ta’abbudi (ibadah) belaka, malainkan juga dari sisi i’tiqadi (keyakinan), di samping hal-hal yang penting lainnya. Maka dari itu, bebagai perkara yang mendukung terhadap baiknya nilai tersebut juga perlu untuk diperhatikan, seperti sarana dan pra sarana yang memadai serta kesehatan tubuh yang menjadi penunjang baiknya dalam melaksakan ibadah.
Melaui Hadis yang disabdakan Rasulullah  (artinya), “Mukmin kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah.” (HR. Muslim), dengan sendirinya telah mempertegas bahwa Islam betul-betul memiliki komitmen kuat dalam perhatiannya terhadap masalah kekuatan (baca: kesehatan), yang berkaitan erat dengan perihal ibadah. Karena memang selain bersinggungan langsung dengan kebaikan ibadah, adanya tubuh sehat juga merupakan dambaan setiap orang. Oleh sebab itulah, Rasulullah  mengharapkan umatnya agar senantiasa menjaga kesehatan, karena hanya dengan tubuh yang sehatlah kesempurnaan dalam melaksakan pekerjaan dapat diraih, terlebih tentang ibadahnya.
Maka dari itu, agar berbagai bentuk pekerjaan dan ibadah dapat berjalan dengan baik—yang menjadi kunci dalam menggapai rida Allah —sudah semestinya umat Islam menjaga kesehatan dengan memulai pola hidup yang sehat dan baik secara lahir maupun batin. Adapun hidup sehat dan baik dari sisi lahiriyah atau yang bersifat jasmaniyah, dapat dilakukan dengan cara senantiasa mengonsumsi makanan sehat, berbergizi seimbang yang memenuhi standar empat sehat lima sempurna, dan juga dengan istirahat cukup dan teratur serta olahraga yang rutin. Sedangkan kesehatan dalam segi batin atau yang bersifat rohaniyah, dapat diraih dengan senantiasa istiqamah dalam melaksanakan berbagai bentuk ibadah, baik yang sunnah maupun yang wajib. Dan yang paling penting adalah senantiasa berusaha untuk melaksanakan segala yang diperintahkan agama dan menjahui segala larangannya. Dengan demikian, janji Allah  dapat diraih, sebagaimana Hadîsul-Qudsy yang disabdakan Rasulullah  (artinya), “Tidak henti-hentinya hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan pekerjaan-pekerjaan sunnah, sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku mencintainya, maka Aku adalah pendengaran yang dibuatnya untuk mendengar, Aku penglihatan yang dipergunakannya untuk melihat, Aku tangan yang ia pergunakan untuk menyerang, dan Aku adalah kaki yang pergunakannya untuk berjalan. Seandainya ia memohon kepada-Ku, pasti Aku akan mengabulkannya. Seandainya ia berlindung diri kepada-Ku, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. al-Bukhari).
Jadi, dari kedua Hadis di atas, telah jelas bahwa segenap umat Islam yang mengamalkan terhadap apa yang telah diajarkan oleh agama, baik dengan pola hidup sehat secara lahir maupun batin, maka bukan tidak mungkin jika rida Allah  dan Rasul-Nya dapat digapai dengan mudah. Dengan demikian, setiap anggota tubuhnya akan dijaga oleh Allah , meliputi pendengarannya, pengelihatannya, setiap langkah kakinya, dan gerak tangannya, tak sampai melakukan larangan-larangan syari’at. Justru, malah lebih cenderung mengerjakan kebaikan. Wallâhu a’lam…

Rabu, 29 Mei 2013

AWAS!
WAS-WAS DISEKITAR KITA?

“nawait.... nawaitu.....nawaitul..... wudhu....’a” “ usholli..... usholli... fardha.......”, mungkin dua bentuk suara diatas tidaklah asing lagi di telinga kita, Sering dan mudah kita temukan hal yang sedemikian ini di sekitar kehidupan kita.
Kadang kita merasa jengkel dan marah sekali terhadap orang yang melakukan hal itu, kita merasa sangat terganggu sekali terhadap apa yang dilakukannya. Namun terkadang kita merasa kasihan terhadap orang tersebut, karena melihat ibadah yang dilakukannya terasa amat sulit dan berat.
Was-was, itulah status orang yang telah dipaparkan diatas. Semua ulama’ sepakat bahwa penyakit tersebut merupakan perbuatan yang sangat tercela dan dapat mengganggu orang lain. Disini ulama’ menggambarkan bahwa orang yang Was-was, itu merasa orang yang sangat baik dalam ibadahnya. Sedangkan semua itu salah presepsi. Yang mestinya syariat itu mudah dilakukan dan dikerjakan, malah ketika hal tersebut dilakukan orang yang Was-was maka semuanya terasa suli dan berat.
Perlu di ketahui, bahwa agama islam adalah agama yang mudah. Kenapa musti dijadikan ribet dan repot untuk semua itu?
Was-was, biasanya banyak terjadi dalam bersesuci yang meliputi wudhu’, mandi dan menghilangkan najis. Dan Was-was, juga terjadi dalam sholat, terlebih sholat yang dilakukannya adalah sholat fardhu. Maka tingkat Kewas-wasanya tambah parah.
Jarang sekali ditemukan orang yang was-was dalam masalah makanan, sehingga sulit sekali kita temukan orang yang ragu-ragu atau was-was ketika mau makan.
Banyak orang yang terkena penyakit was-was, itu sadar dengan apa yang dialaminya. Namun entah mengapa mereka terus menekuni hal tersebut. Apa karena sulit dihilangkan atau memang bersikap dingin? Entahlah, Wallahu A’lam.
Ironi yang sesungguhnya terjadi adalah, sayang sekali jika orang yang terkena penykit tersebut adalah orang berilmu agama yang baik. Lebih-lebih tokoh yang berpenguruh. Maka akibatnya akan tambah fatal.
Hindari Was-Was?
Agar terhindar dari penyakit was-was yang membahayakan ini, setidaknyaharus menghindari dari beberapa factor yang menyebabkan si pelaku terjerat dalam penyakit was-was?
Diantara factor tersebut, adalah ketika orang sedang qodil hajat atau buang air besar, dilarang keras untuk meludah. Karena hal itu akan menyebabkan si pelaku terkena penyakit was-was dan giginya menjadi kuning (1)
Berikut beberapa doa dan bacaan pilihan untuk bisa terhindar dari penyakit was-was.
1. Diriwayatkan dari Syaiyyidah aisyah,bahwa barang siapa yang terkena penyakit was-was, maka seorang tersebut membaca : آمَنَّا بِاَللَّهِ وَبِرُسُلِهِ x3
2. Dari imam nawawi, orang yang terkena penyakit was-was dalam sholat atau wudhu’ disunahkan membaca : لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ
3. Sedangkan dari imam abu hasan Asy-Syadili, orang yang ter kena penenyakit was-was, hendaknya membaca : سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْخَلَّاقِ إنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ وما ذلك على اللَّهِ بِعَزِيزٍ أَذْهَبَ اللَّهُ عَنَّا سَائِرَ الْمَضَارِّ وَالْمَخَاوِفِ وَالْفِتَنِ وَأَنَالَنَا كُلَّ خُلُقٍ حَسَنٍ وَجَعَلَنَا من أَهْلِ وِلَايَةِ أَهْلِ النِّعَمِ وَالْمِنَنِ إنَّهُ على ما يَشَاءُ قَدِيرٌ

Semoga apa yang kita lakukan semuanya diterima dan menjadi amal yang bisa kita bawa kelak di hari kiamat nanti. Amin.
Refrensi:
(1) بغية المسترشدين - (ج 1 / ص 53)
(2) غاية تلخيص المراد من فتاوى ابن زياد - (ج 1 / ص 17)
(3)الفتاوى الفقهية الكبرى - (ج 1 / ص 14)

Jumat, 08 Maret 2013

KATA ROMANTIS

كلام الغرامية
Kata-kata romantis

كِدْتُ مَجْنُوْناً حِيْنَ نَظَرْتُ اِلَى الْوَجْهِك الْجَمِيْلَةِ.
Hampir saja aku gila saat aku melihat keindahan raut wajahmu.


لَوْلاَ كَانَتِ الشَّمْسُ طَالِعَةً ذَاتَ الْيَوْمِ كَفَنِي وَجْهُكِ عَنْ ضِيَائِهَا.
Andaikan suatu hari matahari tidak terbit. Maka cukup bagiku wajahmu sebagai ganti dari sinarnya.

تَبَشَّمُك!… اَشَدَّ مِنْ عَسْلٍ حُلْوًا وَ مِنْ خَمْرٍ اِسْكاَرًا.
Senyummu…!
Lebih manis dari pada madu dan lebih memabukkan dari pada khomer.

أَلْلِقاَءُ يَلْزَمُ عَلَيْهِ الْفِرَاقُ وَاْلفِرَاقُ لاَيَلْزَمُ عَلَيْهِ اْلِلقاَءُ.
Pertemuan mesti mendatangkan perpisahan sedangkan perpisahan tidak mesti mendatangkan pertemuan.

فِى فِكْرِيْ خِيَالُكِ وَ فِى فَمِيْ ذِكْرُ اِسْمِكِ وَ فِى قَلْبِي شَخْصُكِ, فَأَيْنَ اَنْتِ...؟
Khayalamu, selalu ada dalam fikiranku
Namamu, selalu terucap dalam bibirku
Dan dirimu, selalu hadir dalam hatiku
Maka, dimanakah dirimu.

اِذَا فَارَقَ الْأَزْمَانُ بَيْنِي وَبَيْنَكِ فَلاَ تَنْسِيْنِي وَاِنْ طَالَ هَذَا الْفِرَاقُ
Ketika masa telah memissahkan antara diriku dan dirimu. Maka janganlah kau lupakan diriku meskipun perpisahan ini lama.





(By: aad nza )